DIKLAT DI HUTAN? BAGAIMANA RASANYA?

Suasana pagi hari setelah jurit malam 

        Bukan hal yang tabu lagi jika melaksanakan diklat organisasi di sebuah hutan. Banyak faktor yang mempengaruhi pemilihan hutan menjadi tempat untuk diklat. Selain untuk memacu adrenalin peserta diklat, tampaknya lebih dekat dengan alam menjadi salah satu faktornya. Bagaimana tidak? Diklat di hutan memang benar-benar menjadikan kita dekat dengan alam. Menghirup udara segar, bebas polusi, mendengarkan suara alam, dan sebagainya. Tidur hanya beralaskan sebuah karpet, beratap langit. Namun tampaknya udara malam yang mampu menembus tulang menjadikan alasan didirikannya tenda bagi para peserta diklat. Tak banyak tenda yang berdiri, hanya beberapa saja. Tentu saja itu sudah direncanakan sebelumnya oleh panitia, tujuannya untuk memberikan pelajaran saling berbagi tempat bagi para peserta diklat. Antusias panitia dan peserta menuju lokasi diklat tersebut cukup tinggi. Rasanya ingin segera sampai pada tempat yang dituju. Ingin rasanya melepas penat selama berkegiatan di tengah kota yang penuh dengan polusi. Tampaknya diklat di hutan mampu menjadikan wahana refreshing juga
        Cerita dimulai pada hari pertama diklat. Diawali dengan keberangkatan peserta dan panitia diklat pada titik awal yaitu gedung organisasi menuju tempat diklat. Serangkaian alur acara di hari pertama tentu saja ditujukan untuk menguji ketahanan peserta diklat, diramaikan dengan pemberian hukuman kepada peserta jika peserta melanggar peraturan yang diberikan oleh panitia. Hukuman diciptakan tak lain untuk membentuk jiwa disiplin peserta didik sebelum benar-benar resmi menjadi pengurus organisasi. Hukuman yang diberikan berupa hukuman fisik yang tak lain adalah gerakan olahraga, misalnya push up, sit up, dan berlari. Ketahanan tubuh dan mental benar-benar dilatih pada saat itu, tentu saja peserta harus dalam keadaan sehat. Tampaknya suasana tentram yang diciptakan oleh hutan tak membuat peserta menjadi lelah karena udara segar yang dihasilkan oleh hutan tersebut. Mungkin memang benar, secara psikologis alam mampu membuat pikiran menjadi segar dan tubuh bersemangat kembali. 
         Sore hari pun disambut dengan turunnya hujan. Rupanya rintikan hujan tak menyurutkan peserta diklat untuk melanjutkan kegiatannya. Hawa dingin bersambut di tengah derasnya hujan, cukup ekstrim memang jika melaksanakan diklat di sebuah hutan. Tanpa peralatan yang memadai, bisa dipastikan diklat tidak akan berjalan lancar karena cuaca yang tak bisa ditebak. Namun hal itu tampaknya tak perlu dicemaskan lagi, karena panitia diklat telah mempersiapkan segala peralatannya dengan baik, misalkan menyediakan tenda untuk peserta dan panitia diklat. Tentu saja tenda tersebut harus didirikan sendiri oleh peserta diklat. Malam mulai bersambut, hujan tak kunjung reda. Kegiatan diklat terpaksa harus ditunda karena derasnya hujan yang mengguyur lokasi diklat. Peserta diklat tentu memiliki banyak waktu beristirahat karena momen turunnya hujan ini. 
           Tak terasa malam itu menunjukkan pukul 21.00 WIB, tamu undangan dari panitia datang di tempat diklat tersebut. Ya, aku termasuk salah satu dari tamu undangan tersebut. Tamu yang dimaksud yaitu para pengurus organisasi yang telah purna jabatan atau sering disebut sebagai demisioner. Tugas dari demisioner pada diklat tersebut tentu saja membantu panitia untuk mendidik mental peserta diklat. Dinginnya malam saat itu tak dapat terbendung oleh tebalnya jaket yang kupakai. Perjalanan dari titik awal, gedung sekretariat organisasi menuju lokasi diklat memang cukup jauh meski ditempuh dengan motor. Mau tidak mau, harus kurelakan tubuhku kedinginan. Singkat cerita, aku mulai memasuki daerah yang dekat dengan lokasi diklat. Suasana malam yang gelap, ditambah dengan tak adanya lampu penerangan di sepanjang jalan itu menjadikan suasana semakin mencekam. Pohon-pohon yang tinggi, semak belukar yang lebat, benar-benar menguji adrenalin saat itu, ya bagaimana lagi? Tak kuhiraukan keadaan tersebut, aku terus berjalan dengan dibonceng temanku menggunakan sepeda motor. Tanda-tanda kehidupan mulai terlihat, adanya penerangan meyakinkanku bahwa itu tempatnya. Ya benar saja, aku sampai di tempat diklat. Takjub, pandanganku dibuat takjub dengan suasana di tempat itu. Pohon pinus yang menjulang tinggi, benar-benar indah di mataku. Aku melihat langit begitu cerahnya dihiasi bintang-bintang yang terang benderang selepas hujan lebat. Suasana dingin masih jelas terasa olehku, rasanya tak dapat dihindari lagi, aku menguatkan tubuhku untuk terus berdiri tegap, meskipun sebenarnya tubuh ini kaku kedinginan.
             Malam semakin larut, tibalah waktu jurit malam bagi peserta diklat. Aku dan beberapa teman lainnya ditugaskan untuk menjadi pos pemberhentian pertama bagi peserta. Letak pos pertama berada di atas bukit yang cukup dekat dengan lokasi utama diklat. Akses menuju ke pos tersebut cukup ekstrim karena kondisi tanah yang licin selepas hujan menjadikan kami harus berhati-hati. Memasuki waktu jurit malam, segala bentuk pertanyaan aku lontarkan kepada peserta diklat, peran antagonis cukup diperlukan di sini untuk melatih mental peserta diklat. Peserta yang dibagi menjadi beberapa kelompok bergantian memasuki pos tersebut. Cukup lama memang waktu yang diluangkan setiap pos untuk melakukan pelatihan mental untuk peserta diklat, yaitu 15 menit. Tentu saja itu akan terasa cepat jika kami melebur dalam percakapan yang ada. Kelompok demi kelompok telah memasuki pos tersebut, artinya perlu beberapa jam untuk melaksanakan pelatihan mental itu. Sembari menunggu kelompok selanjutnya, para panitia yang berada di pos pertama duduk di tanah beralaskan karpet. Tampaknya karpetpun tak cukup memberi kenyamanan untuk duduk, karena kartpet tersebut basah karena kondisi tanah yang basah terkena hujan. Rasa kantuk pun tak terbendung. Mau tak mau kami menahan kantuk dan udara dingin saat itu. Perut rasanya dipenuhi oleh angin. Tubuh gemetar kedinginan. Aku mencuri waktu untuk tidur sejenak.
         Tak terasa jurit malam telah selesai, saat bagi kami kembali pada lokasi utama. Ingin tidur rasanya tapi tak ada tempat, namun tak menjadi masalah bagiku selagi masih ada tempat duduk. Aku pun duduk di kursi kayu, di bawah pepohonan. Menghabiskan waktu berbincang dengan teman hingga pagi menjelang. Bintang-bintang yang bersinar mulai sirna digantikan dengan sinar mentari yang menyoroti hutan itu. Kehangatan mulai terasa, udara sejuk di pagi hari benar-benar terasa indah. Pemandangan hutan pagi hari benar-benar menakjubkan. Mataku tak bisa berhenti memandangi setiap sisi di sekitar hutan tersebut. Rasa kantuk rasanya sirna karena suasana indah yang diberikan hutan. Warna hijau mendominasi, dedaunan yang basah karena embun pagi sangat memanjakan mataku. Lingkungan hutan yang bersih, panitia diklat memang profesional, menyiapkan tong sampah untuk mendukung kebersihan lingkungan hutan selama diklat berlangsung. Itu menjadikan udara di hutan kala itu sangat sejuk dan tak membuatku takut menghirupnya karena tak ada polusi udara di dalamnya. Benar-benar berkesan, melaksanakan diklat di hutan itu, tak salah jika diri ini ingin kembali merasakan indahnya hutan.
              

Comments